Monday, May 25, 2009

Prof. Andrianto H, n.i. Ketua Dewan Riset Nasional

"Soal hasil karyanya ini bahkan mendapat apresiasi dari Presiden IPhO Prof. Waldemar Gorzkowski."

DUDUK berjam-jam di atas Kereta Api Parahyangan Bandung-Jakarta pergi pulang, bagi beliau adalah saat-saat emas pengembaraan pikirannya. "Melamun itu hobi saya," tutur pakar laser dan serat optik dari Institut Teknologi Bandung itu.

Lamunan demi lamunan membawanya tidak saja dari Bandung ke Jakarta, tetapi ke penemuan-penemuan baru. Itu jugalah yang kemudian membawanya ke ratusan eksperimen yang menghasilkan tujuh karya ilmiah di jurnal internasional di bidang optik, fisika, dan laser.

Peraih gelar master dan doktor optika dari Technische Hogeschool Delft, Belanda, ini memandang hampir mustahil bagi negara seperti Indonesia untuk mengembangkan industri dengan mengikuti jalur yang sudah ditempuh negara-negara maju. "Kita ketinggalan puluhan tahun, dari segi dana dan sumber daya manusia," kata beliau.

Beliau lalu berusaha mencari-cari celah. Kalau kebanyakan insinyur Indonesia kini hanya sebatas membuka katalog untuk mencari barang, beliau menempuh jalan lain di tengah minimnya dana dan fasilitas di perguruan tinggi. Hal-hal itu mungkin terlalu kecil. Pencariannya adalah sesuatu yang terlewat. Sesuatu yang terlalu kecil sehingga tidak disentuh produsen-produsen luar negeri.

Pak Andri, sapaan untuk beliau di kalangan kampus, mengatasi semuanya dengan sederhana: melamun. Ketika tahun 1980 ia pulang dengan gelar doktor dari perguruan teknik terbaik di Belanda, ia harus dihadapkan pada laboratorium kampus yang kosong.

Contoh paling sepele adalah rel untuk meletakkan alat-alat optik yang kedudukannya harus mantap dengan presisi hingga ukuran di bawah satu milimeter. Ternyata solusinya ada di depan mata. "Sampai sekarang pun kusen jendela masih dipakai dan sudah menghasilkan berapa sarjana, master, dan doktor, coba!" kata beliau.

Proses menemukan ide ini tidak selalu mudah. Ketika ia diminta membuat soal eksperimen untuk International Physics Olympiad (IPhO) / Olimpiade Fisika Internasional tahun 2002, dari setahun waktu yang diberikan, baru beberapa bulan terakhir ia menemukan ide. Ide yang khas dari sosok Andrianto karena "sederhana" tetapi cerdas ini sempat juga ngerjain para jago fisika muda selama lima jam.

Soal hasil karyanya ini bahkan mendapat apresiasi dari Presiden IPhO Prof. Waldemar Gorzkowski. Berbeda dari soal-soal eksperimen pada olimpiade fisika tahun-tahun sebelumnya, Pak Andrianto menyajikan soal yang sederhana, tetapi jawabannya sulit.

Soal itu hanya berupa sebuah kotak kubus dengan sisi kurang dari 10 sentimeter. Lubang di dua sisi kubus yang berlawanan ini akan memberikan bayangan pola yang berbeda apabila disorot dengan pointer laser. Disorot dari kanan, akan keluar tiga titik yang membujur. Disorot dari kiri, keluar lima titik yang membentuk segi empat yang memiliki titik pusat. Pertanyaannya, apa isi kotak kecil itu? "Ha-ha-ha..., memang saya tempuh cara yang gila," kata Andrianto sambil tertawa.

RENUNGAN demi renungan adalah bagian dari upaya beliau melihat hal sederhana di depan mata sebagai solusi dari sesuatu yang rumit. Bertahun-tahun bergulat dengan bertumpuk-tumpuk buku, jurnal, dan eksperimen, membawa Andrianto pada kesimpulan: ia membutuhkan kontemplasi.

Tidak heran kalau teman sejawatnya di Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga pernah menjabat sebagai Rektor ITB, Kusmayanto Kadiman, dengan gamblang mengatakan, Andrianto Handojo adalah satu dari sedikit figur yang patut dijadikan contoh. Sebagai dosen, ia selalu yang memenuhi janjinya di awal kuliah, sistematis, dan fair dalam nilai.

Pak Andrianto pun merupakan tipikal peneliti ideal. Kusmayanto mengatakan, ia mengagumi kemampuan Pak Andrianto dalam mengaplikasikan ilmunya yang supertinggi itu pada hal-hal praktis yang terlihat sederhana.

Yang berkesan bagi Kusmayanto adalah saat Andrianto dengan baik dapat mengomunikasikan kepada masyarakat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat gerhana matahari tahun 1983. "Andrianto-lah yang ngajarin, kalau melihat gerhana itu, amannya pakai baskom air atau pakai film yang udah enggak kepake," kata Kusmayanto.

MERAIH gelar profesor di ITB tahun 1999, perjalanan seorang Andrianto dimulai ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu, Andrianto remaja berhasil membuat teropong bintang dengan menggunakan lensa kacamata bekas.

Sempat juga beliau mendaftar ke fakultas kedokteran. Namun, dosen jangkung dan selalu terlihat rapi ini lalu mengikuti panggilan jiwa fisikanya. Tahun 1970 lulus dari Departemen Teknik Fisika dalam bidang instrumentasi. Cinta yang konsisten pada laser dan serat optik membawa beliau menjadi natuurkundig ingenieur (n.i.) dan doktor dalam bidang studi optik pada tahun 1975 dan tahun 1979.

Tidak melupakan perannya sebagai ilmuwan, sudah tujuh karya ilmiahnya dimuat di jurnal internasional, terhitung sejak tahun 1977 sampai 2001. Bagi suami dosen Teknik Kimia ITB Linda Aliwarga ini, dimuatnya karya seorang ilmuwan di jurnal internasional adalah bentuk pengakuan internasional. Jurnal ilmiah internasionalah yang meletakkan seorang ilmuwan dalam kancah dunia, bukan semata jago kandang.

Tulisannya bersama JH Sumihar, "Imaging through Scattering Media with the Double Aperture Setup", dimuat di jurnal bergengsi Optics and Laser Technology tahun 2001. Tahun 1998, bersama HJ Frankena, karya ilmiahnya yang berjudul "Testing Aspheric Surfaces: Simple Method Using a Circular Stop" dimuat di jurnal Applied Optics. Sebelumnya, tiga karya Prof. Andrianto dimuat dalam jurnal Applied Optics ini, selain di Journal of Applied Physics dan Optics Communications.

Prof. Andrianto yang dikenal sebagai dosen yang supertepat waktu (selalu memulai kuliah 3 menit sebelum waktunya) dan standar pemberian nilainya yang tinggi oleh para mahasiswanya ini hingga kini masih mengajar laser dan serat optik di Departemen Teknik Fisika ITB. Pernah menjadi Ketua Jurusan Teknik Fisika ITB tahun 1983-1986, Beliau kini menjabat sebagai ketua Dewan Riset Nasional.

KEMBALI ke permenungannya, Andrianto kini tengah mencari jawaban atas jawaban lamunannya selama ini. Siapa atau apa, atau dari mana kiranya ide yang tiba-tiba muncul dalam lamunannya itu.

Pencariannya kini bermuara pada reiki, pendekatan terhadap energi alam. Seorang ahli optik dengan segala presisinya itu menemukan "sesuatu yang bernuansa Ilahi"-demikian Andrianto menyebut reiki. Ia merenungkan bahwa pasti ada sesuatu yang membuat ia menemukan ide itu, atau sesuatu yang memberikan ide dalam lamunan-lamunannya itu. Andrianto menemukan, ketika ia sedang "bersih", dalam arti tidak ada benci, marah, atau emosi gelap lainnya, ide itu lebih cepat keluar. "Pasti ada sesuatu, kan. Itulah yang saya cari, sebuah akses kepada Yang di Atas," kata lelaki kelahiran Malang tahun 1946, yang bersama istrinya dikaruniai satu anak, Vaga, yang kini 19 tahun.

Menurut Andrianto, permenungan tidak banyak diapresiasi di Indonesia. Padahal, pakar fisika ini menegaskan, dari fenomena alam yang paling sederhana pun, kita bisa belajar banyak. "Coba, kenapa ombak dan gelombang selalu datang sejajar garis pantai, padahal di tengah laut, kan, gerakan ombak tidak teratur," katanya.

Curicullum Vitae

Degrees:
S3, Technische Natuurkunde, 1979, Technische Hogeschool Delft
S2, Technische Natuurkunde, 1975, Technische Hogeschool Delft
S1, Departemen Teknik Fisika, 1970, Institut Teknologi Bandung

Employment History:
Institut Teknologi Bandung, Department of Engineering Physics, Bandung, Indonesia.: Assistant Professor, 1972 - present 

Principal Publications (last five years): 
Pengolahan Citra Obyek dari Balik Penghambur dengan Metoda Optik ( Tapis Ruang) dan Metoda Digital ("Or Minimum"), Proceedings ITB Sains dan Teknologi Vol.37 A No.2 2005, hal.171-186, 2005

The Characteristics of Optical Sensor System for Measuring Phytoplankton Concentration, Proceedings of The 8th International Conference on Quality in Research (QIR) , 2005, OL3-OIPD-03, hal. 1-5.

Dioda Laser sebagai Sumber Cahaya pada Sensor Optik untuk Mengukur Konsentrasi Phytoplankton, Jurnal Instrumentasi, Vol. 29, no.1, 2005, hal. 29-37.

Pengaruh Lampu Ruangan terhadap Distribusi Intensitas Pola Frinji Moire Hasil Pengurangan secara Komputerisasi, Prosiding SIPTEKGAN IX-2005, Vol. 2, LAPAN, Oktober 2005, hal. 699-704.

Two Light Sources Optical Sensor for the Measurement of Phytoplankton Concentration, The 2nd Indonesia Japan Joint Scientific Symposium 2006, 6-8 September 2006.

Containing Cyanobacterium Acaryochloris marina by Time- and Wavelength Sinle-Photon Counting Optical Methods in the Life Sciences, Proceedings SPIE, Vol. 6386, 2006


-end-

3 Comments:

Chand.Lim said...

Dosen Laser dan Serat Optik saya yang paling TOP MARKOTOP!! :-bd

Anonymous said...

pak andri selalu bawa alat peraga aneh2 ke kelas... -_-

phia said...

pak Andri keren banget!
alat peraganya juga keren2!
terutama gambar2 stereogram, sekarang saya mengerti kenapa beliau bilang "hobi melamun" :D